UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN PELAYANAN RUMAH SAKIT : DIANTARA TUNTUTAN SOSIAL DAN INDUSTRI BISNIS

03 September 2008

Semakin menjamurnya rumah sakit di Indonesia serta semakin tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, mau tidak mau membuat institusi ini harus berupaya survive di tengah persaingan yang semakin ketat sekaligus memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Berbagai upaya telah ditempuh untuk memenuhi harapan tersebut. Pelayanan prima pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memenuhi lima dimensi mutu yang utama yaitu: tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. Disadari ataupun tidak, penampilan (tangibles) dari rumah sakit merupakan poin pertama yang ditilik ketika pasien pertama kali mengetahui keberadaannya. Masalah kesesuaian janji (reliability), pelayanan yang tepat (responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan masalah yang sangat peka dan sering menimbulkan konflik. Dalam proses pelayanan ini faktor perhatian (empathy) terhadap pasien tidak dapat dilalaikan oleh pihak rumah sakit.

Ditinjau dari aspek praktis, pelayanan prima memiliki beberapa kriteria. Yang pertama adalah masalah kesederhanaan pelayanan. Pada umumnya pasien rumah sakit hanya tahu bahwa ketika ia mengalami kesakitan dan datang ke rumah sakit, dia menginginkan pelayanan yang sesegera mungkin sehingga dia bisa segera terlepas dari kesakitannya. Kriteria kedua adalah kejelasan dan kepastian pelayanan. Hal ini meliputi kejelasan akan proses arus kerja dalam pelayanan, pencatatan kegiatan pelayanan, tata cara pengolahan biaya atau tarip, dan konsistensi informasi. Yang ketiga adalah bagaimana keamanan dan kenyamanan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa pasien yang datang ke rumah sakit selain membawa beban kesakitan fisik maupun psikis, juga membawa beban kesakitan sosial. Keamanan dan kenyamanan ini terkait dengan bagaimana fasilitas yang terdapat di rumah sakit tersebut perlu diperhatikan. Peralatan yang ada harus memenuhi standar, ruang tunggu yang nyaman, pelayanan yang yang sesuai dengan standar, dan penampilan baik tenaga medis, paramedis, maupun non paramedis yang simpatik. Kriteria keempat adalah bagaimana rumah sakit itu memberikan keterbukaan informasi kepada pasien. Baik informasi mengenai instrumen pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut, maupun mengenai hal-hal yang terkait dengan pelayanan per individual.
Sementara itu rumah sakit dihadapkan pada biaya yang terus menerus meningkat. Rumah sakit juga dihadapkan pada kepentingan pemerintah dan masyarakat. Sungguh suatu perkawinan manajerial yang sulit antara tuntutan sosial dan tuntutan industri atau bisnis. Kriteria yang terakhir ditinjau dari aspek praktis adalah masalah kuantitas. Apakah pelayanan yang diberikan sudah berkualitas atau belum ? seringkali ditinjau dari jumlah kunjungan, penggunaan peralatan modern, respons pasien, frekuensi keluhan tentang pelayanan, dan pendapatan rumah sakit. Penilaian kuantitatif memiliki andil dalam menentukan apakah rumah sakit tersebut telah melaksanakan pelayanan yang berkualitas dan prima.
Dalam upaya penjagaan mutu ini, perlu diperhatikan empat hal utama yaitu standar kualitas, aktivitas pelayanan yang berkualitas, dokumentasi yang berkualitas, dan evaluasi kualitas. Budaya yang menganggap suatu aktivitas terhenti pada masa actuating masih melekat pada kita. Sehingga masa evaluasi seringkali terlalaikan. Evaluasi kinerja rumah sakit dilaksanakan dalam dua sudut pandang yaitu internal and external evaluation. Evaluasi internal dilaksanakan oleh satuan kerja yang ada di rumah sakit. Contoh pelaksanaan evaluasi internal misalnya adalah melalui Gugus Kendali Mutu (GKM), Problem Solving for Better Health (PSBH), Total Quality Management (TQM), Audit Medik, dan Audit Keperawatan. Selain evaluasi internal juga dilaksanakan evaluasi eksternal. Evaluasi eksternal memiliki 4 model, yaitu accreditation, ISO, EFQM/Baldridge Awards, and Visitatie. Keempatnya memiliki fokus evaluasi yang berbeda-beda.
Accreditation atau akreditasi, menurut Depkes RI adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditentukan. Akreditasi digunakan secara luas di dunia, menggunakan standar dan instrumen yang disusun sendiri oleh kalangan kesehatan (peer review). Fokus penilaiannya adalah pada penilaian struktur, proses, dan outcome dengan indikator klinik. Akreditasi untuk rumah sakit sendiri memiliki indikator-indikator tersendiri. Diantaranya adalah angka pasien dengan dekubitus, angka ketidaklengkapan pengisian rekam medik, angka kejadian infeksi dengan jarum infus, angka keterlambatan yang pertama gawat darurat (respon time), angka infeksi luka operasi.

Menuju Rumah Sakit Berstandar Internasional
Memang tidak ada suatu standar resmi mengenai rumah sakit internasional. Yang ada hanya suatu ketetapan yang dibuat berdasarkan hasil riset dan itu pun berbeda untuk setiap negara. Setiap negara mempunyai akreditasinya sendiri-sendiri. Misalnya Departemen Kesehatan mempunyai patokan penilaian berjumlah 24 buah. Parameter yang telah distandarkan itu ditetapkan dengan terlebih dahulu mensurvei rumah sakit-rumah sakit sehingga bisa diketahui hal-hal apa yang bisa distandarkan sehinggga dalam pelaksanaan manajemen dan pelayanannya bisa memuaskan pasien. Tak hanya itu, mencari keterangan dari pasien, tenaga medis dan juga staf pegawai juga dilakukan. Dari semua itu bisa diperoleh suatu standar internasional yang bisa memberikan rasa nyaman dan puas baik bagi pasien maupun bagi para tenaga medis dan karyawan serta dapat memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan sekitar. Standarisasi diterapkan di seluruh aspek rumah sakit mulai dari yang sederhana, misalnya saja penanda tempat atau petunjuk jalan sampai hal-hal yang belum dipikirkan masyarakat awam pada umumnya. Walaupun hanya soal penanda jalan, tetapi hal ini sangat bermanfaat bagi sumber daya yang baru bekerja maupun pasien ataupun pengunjung yang baru mengenal rumah sakit tersebut. Bahasa yang digunakan pun haruslah mudah dipahami dan letak simbolnya mudah dilihat. Hal-hal yang sensitif seperti menyangkut keselamatan jiwa pasien juga sangat perlu diperhitngkan, misalnya masalah suplai listrik. Bayangkan saja jika dalam suatu operasi tiba-tiba listrik mati. RS yang berstandar internasional haruslah memiliki minimal satu generator pembangkit listrik sendiri. Generator ini secara otomatis langsung men-cover seluruh kebutuhan listrik rumah sakit jika listrik mati mendadak. Kalaupun tidak bisa secara otomatis, itupun sudah ada standar jeda waktu yang diperbolehkan. Di Lebanon misalnya, akreditasi disana mensyaratkan lag timenya hanya berkisar 30 detik. Untuk setiap ruangan pun harus di pasang detector asap dan peralatan pemadam kebakaran sehingga resiko kebakaran dapat dicegah sejak dini. Tidak hanya itu, pintu masuk emergency harus dipisah dengan pintu masuk umum.
Untuk kawasan Asia, masyarakat dunia setuju kalau Singapura merupakan negara yang memiliki konsep rumah sakit masa depan sehingga menempatkan Singapura di jajaran kesehatan dunia. Apalagi sejak tahun 2001 dimana sebuah tim dokter dan para ahli berhasil dengan sukses memisahkan kembar siam dari Nepal, Ganga dan Jamuna, yang tersambung di bagian kepala. Singapura juga memiliki banyak rumah sakit yang menawarkan pelayanan kesehatan dengan standar internasional. Sebut saja, Thomson Medical Centre, Pacific Healthcare Holdings, Gleneagles Hospital, Mount Elizabeth Hospital, and Children's Hospital, National University Hospital and Singapore General Hospital. Belum lagi pusat-pusat klinik yang tersebar di berbagai tempat tanpa dibawahi manajemen perusahaan rumah sakit. Sebagai pusat pelayanan kesehatan terkemuka, setiap tahunnya lebih dari 150.000 orang pasien internasional datang ke Singapura untuk mendapatkan berbagai perawatan kesehatan. Mereka lebih suka berobat di Singapura dari pada di negara mereka sendiri. Karena percaya dan yakin akan pelayanan kesehatan yang ditawarkan di Singapura, termasuk diantaranya dari Indonesia. Mereka tidak lagi peduli dengan besar biaya yang dikeluarkan karena dilihat dari segi ekonomi kebanyakan dari kalangan atas. Memang besar biaya yang dikeluarkan setimpal dengan apa yang didapatkan yaitu KEPUASAN. Salah satu contohnya adalah Raffles Medical Group. Mereka menyiapkan fasilitas layanan medis 24 jam di Bandara Changi, Singapura. Penumpang lintas benua yang mengalami gangguan kesehatan fisik akibat kelelahan dalam penerbangan yang berjam-jam bisa dilayani secepatnya.
Di Indonesia sendiri pembangunan rumah sakit berstandar internasional masih merupakan wacana baru dan masih menimbulkan kontroversi. Banyak yang memberikan penilaian negatif, tetapi tak sedikit yang mendukung. Di tengah munculnya kasus-kasus demam berdarah dan muntaber ternyata keinginan mendirikan rumah sakit internasional makin bertambah. Tabanan, sebuah Kabupaten di Bali, misalnya. Pemerintahan di sana sudah mempunyai rencana semacam itu. Rencana itu patut diwaspaadai karena selalu terjadi mark up dana dalam pelaksanannya dan yang perlu diingat juga adalah negara kita masih dilanda krisis ekonomi yang sampai detik ini masih belum terselesaikan.
Lebih baik dana itu dialihkan ke pemikiran untuk mengubah image pelayanan rumah sakit yang selama ini dianggap tidak profesional. Misalnya untuk peningkatan kualitas para tenaga medis dan paramedis, sehingga bisa tercipta tenaga handal yang professional. Sikap profesional yang tidak memandang status sosial pasien yang datang. Karena selama ini bila si miskin datang ke rumah sakit berobat biasanya paramedis suka memberikan tindakan medis yang berbeda dengan status kelas yang kaya. Ini akan lebih efektif dan dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat karena belakangan ini banyak orang mengeluh pada pelayanan yang mengandung unsur malpraktik dan juga salah analisis.
Sebagai salah satu insan didalam organisasi rumah sakit, pada kesempatan ini penulis menyampaikan beberapa filosofi-filosofi yang mungkin bisa memberikan motivasi kepada semua tenaga kesehatan baik yang bekerja di rumah sakit maupun instansi pelayanan kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat sebagai pengguna jasa yaitu sebagai berikut :

1. ” Pelanggan (pasien) adalah tamu kita yang terpenting di tempat kerja, dia tidak tergantung kepada kita, tapi kitalah yang tergantung kepada mereka ”
2. ” Kita tidak memberikan pertolongan dengan melayaninya, Dialah yang memberikan pertolongan dengan memberi kesempatan bekerja pada kita yaitu dengan melayani kepentingannya.”
3. ” Keluhan pasien adalah suatu pemberian hadiah yang harus diterima dengan tulus (Complaint is a give) ”.
4. ” Lakukanlah apa yang dapat anda lakukan dengan apa yang anda miliki ditempat anda berada ”.

Oleh :
Fahriadi, SKM, M.KM


 
2007 Raza Ziefoetz -
Bottom
SELAMAT DATANG DIBLOG Leo' RaZa............Valentino Rossi mengeluhkan power motornya YZR M1 masih kurang,|News Ticker|...(MotoGP) Akibat meletusnya Gunung berapi di Islandia balapan seri II di Sirkuit Motegi Jepang ditunda pada bulan Oktober 2010 Pesta akbar Piala Dunia Afrika Selatan 2010 sudah hampir didepan mata sudahkan anda miliki jadwalnya . . JIKA ANDA PUNYA PERTANYAAN,KRITIK,SARAN, USUL DAN USIL JUGA BOLEH TULIS SAJA PADA SHOUT BOX ATAU e-mail akhmadyani@ymail.com TERIMA KASIH.